Mengapa istilah ini penting dipahami?
PPh Pasal 4 ayat (2) penting karena mengatur jenis penghasilan yang dikenai pajak bersifat final. Artinya, setelah dipotong, pajak tersebut tidak diperhitungkan lagi dalam penghitungan PPh tahunan. Pemahaman atas pasal ini membantu wajib pajak menentukan perlakuan pajak yang benar atas transaksi tertentu.
Pengertian dan cakupan istilah
PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan yang dikenakan secara final atas penghasilan tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, misalnya bunga deposito, hadiah undian, sewa tanah/bangunan, serta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Penjelasan dan konteks penerapan
- Berlaku untuk penghasilan dengan karakteristik khusus yang sulit digabung dalam penghitungan PPh tahunan.
- Tarif bersifat final dan tidak dapat dikreditkan terhadap kewajiban pajak lainnya.
- Pemotongan atau pemungutan dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan pada saat pembayaran atau saat terutang pajak.
- Penghasilan final ini tidak dilaporkan kembali dalam SPT Tahunan sebagai bagian dari penghasilan kena pajak biasa, melainkan hanya sebagai penghasilan final.
Latar belakang dan dasar hukum
- Diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP.
- Ketentuan pelaksanaan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 dan peraturan teknis Direktorat Jenderal Pajak.
- Tarif final bervariasi tergantung jenis penghasilannya.
Contoh kasus dan ilustrasi praktik
- Bunga deposito senilai Rp100 juta dikenakan PPh final 20 persen oleh bank sebagai pemotong pajak.
- Seseorang menjual rumah seharga Rp2 miliar, dikenakan PPh final 2,5 persen dari nilai bruto penjualan.
- Penyewaan ruko oleh individu kepada perusahaan dipotong PPh final 10 persen dari jumlah sewa.
Lihat juga panduan penerapan PPh Pasal 4 ayat (2) untuk contoh rinci.
Perbandingan dengan istilah terkait
- PPh Pasal 4 ayat (2) vs PPh Pasal 21 - Pasal 4 ayat (2) bersifat final, sedangkan Pasal 21 bersifat tidak final dan diperhitungkan dalam SPT tahunan.
- PPh Pasal 4 ayat (2) vs PPh Final UMKM - keduanya final, namun objek dan tarifnya berbeda.
Implikasi kebijakan dan manfaat praktis
- Menyederhanakan administrasi perpajakan bagi jenis penghasilan tertentu.
- Memastikan penerimaan pajak langsung saat terjadi transaksi.
- Mengurangi beban pelaporan wajib pajak karena tidak perlu direkonsiliasi ulang di akhir tahun.
Pertanyaan umum dan klarifikasi
1. Apa saja objek PPh Pasal 4 ayat (2)?
Misalnya bunga deposito, hadiah undian, sewa tanah dan bangunan, pengalihan hak atas tanah/bangunan, dan jasa konstruksi.
2. Apakah tarif PPh Pasal 4 ayat (2) sama untuk semua penghasilan?
Tidak, tarifnya bervariasi: 10 persen untuk sewa tanah/bangunan, 20 persen untuk bunga deposito, 2,5 persen untuk pengalihan hak atas tanah/bangunan, dan sebagainya.
3. Apakah pajak ini bisa dikreditkan pada SPT Tahunan?
Tidak, karena bersifat final. Pajak yang telah dipotong tidak diperhitungkan lagi dalam PPh tahunan.
Sumber dan referensi