Mengapa istilah ini penting dipahami?
P3B penting karena menjadi dasar hukum internasional untuk mencegah pemajakan berganda antarnegara. Dengan P3B, wajib pajak tidak dikenai pajak dua kali atas penghasilan yang sama dan dapat menikmati tarif pajak yang lebih rendah.
Pengertian dan cakupan istilah
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian antara dua negara yang mengatur pembagian hak pemajakan atas penghasilan lintas batas dan memberikan perlindungan bagi wajib pajak dari pajak berganda maupun perlakuan diskriminatif.
Penjelasan dan konteks penerapan
- Mengatur pembagian hak pemajakan antara negara domisili dan negara sumber penghasilan.
- Berlaku untuk berbagai jenis penghasilan seperti dividen, bunga, royalti, dan laba usaha.
- Diterapkan dengan menggunakan Surat Keterangan Domisili (SKD) oleh wajib pajak luar negeri.
Latar belakang dan dasar hukum
Contoh kasus dan ilustrasi praktik
- Perusahaan Singapura menerima royalti dari Indonesia dan mendapatkan tarif PPh 26 lebih rendah berdasarkan P3B Indonesia–Singapura.
- Konsultan Australia bekerja di Indonesia selama 3 bulan dan dikenai pajak hanya di negaranya.
- Investor Jepang menggunakan SKD untuk memanfaatkan tarif P3B atas dividen.
Lihat juga panduan penerapan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) untuk contoh rinci.
Perbandingan dengan istilah terkait
- P3B vs Tax Treaty - sama, hanya berbeda istilah bahasa.
- P3B vs Pajak Berganda - P3B adalah solusi untuk menghindari pemajakan ganda antarnegara.
Implikasi kebijakan dan manfaat praktis
- Memberikan kepastian hukum bagi investor asing.
- Menghindari duplikasi pajak dan meningkatkan iklim investasi.
- Memperkuat kerja sama fiskal internasional antarnegara.
Pertanyaan umum dan klarifikasi
1. Apa tujuan utama P3B?
Untuk mencegah pemajakan berganda dan mengatur pembagian hak pemajakan antarnegara.
2. Bagaimana cara menggunakan P3B?
Dengan mengajukan Surat Keterangan Domisili (SKD) untuk memperoleh manfaat tarif pajak lebih rendah.
3. Berapa jumlah P3B aktif Indonesia?
Lebih dari 70 perjanjian menurut data Direktorat Jenderal Pajak.
Sumber dan referensi